Lampung Selatan – Blbnewstv.com | Hatami, menjadi korban dugaan mafia tanah setelah lahan milik nya di Desa Ketapang Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan, terbit sertifikat ganda oleh pihak BPN atas nama dr I Made Djaja.
Padahal lahan tersebut dimiliki oleh Hatami sejak tahun 1979 yang asalnya tukar Guling, berupa tanah, dan motor dari Basuni melalui proses Resmi, seperti ada akta tukar Guling dan diumumkan di desa Ketapang.
Sehingga pihaknya memiliki bukti sertifikat resmi. Tercatat di sertifikat terbitan BPN dengan status Hak Milik, Tahun 2017 dengan Nomor Surat Ukur masih tercatat.
Kini lahan tersebut diklaim oleh orang lain melalui sertifikat yang diterbitkan pada tahun 1998 dengan status Hak Milik dr I Made Djaja, yang tidak jelas asal usulnya.
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL adalah program yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membantu masyarakat mendapatkan sertifikat tanah secara gratis. Program ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah masyarakat. Namun kini PTSL jadi sumber masalah.
“Ini yang bertanggung jawab Petugas pihak BPN (Badan pertanahan Nasional ). Mereka seenaknya saja mendata tanah saya, menjadi milik orang lain Ini pemalsuan data,” ungkap Hatami lagi.
Hatami menyatakan kekecewaannya atas tindakan tersebut dan mempertanyakan keabsahan sertifikat yang diterbitkan. “Kami sudah memiliki sertifikat sejak tahun 2017 dan tanah ini diperoleh secara sah melalui akta tukar Guling pada tahun 1979, dan belum pernah berpindah tangan. Mengapa sekarang ada pihak lain yang mengaku memiliki tanah ini?,” ungkap Hatami dengan nada tegas.
Dugaan adanya mafia tanah semakin kuat setelah sejumlah oknum dari BPN Lampung Selatan diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat ganda tersebut. Hatami dan keluarganya mencurigai adanya permainan ilegal dalam proses penerbitan sertifikat yang diterbitkan melalui BPN Lampung Selatan.
Menurut pengakuan Hatami, beberapa kali keluarganya mencoba menyelesaikan persoalan ini melalui jalur hukum, namun terhalang oleh proses yang berjalan lambat di BPN.
“Kami sudah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, namun hingga kini belum ada perkembangan yang berarti. Sepertinya ada pihak-pihak yang sengaja mengulur waktu,” tambahnya.
Kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan adanya celah dalam sistem pertanahan yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Hatami berharap kepada presiden Prabowo Subianto melalui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, segera bertindak untuk menyelesaikan kasus ini dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat.
“Ini bukan hanya soal tanah, tapi juga keadilan bagi kami yang sudah memiliki bukti kepemilikan sah. Kami hanya ingin hak kami dikembalikan,” ungkap Hatami penuh harap.
Kini, keluarga Hatami terus berjuang mempertahankan hak atas tanah nya, sambil menunggu kejelasan dari pihak berwenang. Kasus ini diharapkan dapat menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk mencegah praktik mafia tanah yang semakin meresahkan masyarakat.
“Kami akan gugat BPN Lampung Selatan ke PTUN terkait terbitnya sertifikat ganda tersebut,” tandas Hatami. (Yoni/tim)